Halaman

Sabtu, 03 November 2012

Cessie



BAB  I
PENDAHULUAN

I.I.     Latar Belakang
Pada makalah kami ini kami menerangkan pengertian tentang akta outentik, dimana akta outentik tersebut adalah akta yang dibuat oleh pejabat  yang berwenang. Cessie merupakan istilah yang diciptakan oleh Doktrin, untuk menunjukan kepada tindakan penyerahan tagihan atas nama, dimana akta penyerahan tagihan atas nama disebut akta cessie.
Cessie merupakan pengalihan Hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain. Dalam sistem cessie dikenal pihak-pihak yang disebut cedent dan cessionaris, cessie merupakan suatu bentuk pengalihan piutang bukan utang karena konsekuensi dari cessie adalah pergantian Kreditur. Pergantian Debitur tidak termasuk dalam cessie tetapi termasuk dalam novasi yaitu subjektif pasif yang disebut juga dengan subrogasi (delegasi).
Cessie mulai banyak digunakan pada abad ke 19, karena munculnya kebutuhan akan suatu lembaga pengalihan piutang yang tidak bisa menggunakan sistem gadai atau fidusia, tetapi dalam praktik saat ini, tidak banyak lagi yang menggunakanya di indonesia. Sedkit buku atau bacaan ynag membahas tentang cessie, dan ketidak tahuan orang tentang sistem ini, semakin membuat cessie jarang digunakan.

I.II.   Rumusan Masalah
Dari Latar Belang diatas dapat ditemukan berbagai masalah diantaranya adalah :
1.      Apakah Pengertian Cessie ?
2.      Siapa sajakah yang bersangkutan dengan cessie tersebut ?
3.      Apakah syarat-syarat untuk membuat cessie

BAB  II
PEMBAHASAN

II.I.   Pengertian Cessie
Cessie merupakan pengalihan Hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang  menjual hak tangihnya kepada orang lain, dengan kata lain cessie adalah suatu bentuk pengalihan piutang bukan pengalihan utang karena konsekuensi dari cessie adalah pengantian Kreditur.
Pada pasal 613 KUHPer, disebutkan bahwa “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama kebendaan tidak bertubuh lainya, dilakukan membuat sebuah Akta Otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain” dalam pasal tersebut menyebutkan  bahwa  pasal tersebut diatur dua pokok yaitu PENYERAHAN “tagihan atas nama” dan “benda tak bertubuh lainya”, yang artinya cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga dimana seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain. Penyerahan piutang atas nama  yang diatur dalam pasal 613 KUHPer masih diperlukan dalam perjanjian jual beli, termasuk jual beli piutang, merupakan perjanjian dalam sistem KUHPer, perjanjian jual beli  piutang  merupakan perjanjian obligatoir yang bersifat konsensuil, artinya dengan jual beli piutang  tersebut baru meletakan hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, namun belum mengalihkan kepemilikan, mungkin dalam pikiran kita muncul pertanyaan mengapa kreditor menjual piutangnya, hal ini disebabkan oleh ia membutuhkan uang  namun piutang tersebut belum jatuh tempo, oleh karena itu piutang tersebut dijual kepada pihak lain biasanya dengan harga dibawah nominal dan pembeli piutang kelak pada saat jatuh tempo akan menagih pembayaran sesuai dengan nominalnnya kepada Debitur.
 Sedangkan menurut Dictionary of law cessie adalah utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainya dilakukan dengan jalan sebuah akta outentik atau dibawah tangan dengan hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Jadi cessie merupakan tagihan atas nama dalam bentuk kebendaan bergerak tak berwujud  yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tangihnya kepada orang lain. Cessie dilakukan dalam bentuk akta tertulis, pada akta cessie ini yang dibuat haruslah dinyatakan secara tegas mengenai tindakan ceddent menyerahkan tagihan atas nama kedalam kepemilikan cesionaris yang diikuti oleh tindakan penerimaan  oleh cessionaris, tindakan penerimaan itu merupakan tindakan yang menyatakan menerima penyerahan cessie dari cedent, akibatnya jika cedent menyerahkan secara sepihak kepada cessionaris dan hanya memberitahukan kepada cessus, maka hal ini belum mengakibatkan terjadinya pengalihan tagihan dari cedent kepada cessionaries,
Proses penyerahan  oleh cessionaries itu haruslah dilakukan secara bentuk tertulis sesuai yang diatur dalam pasal 613 bw, yang mewajibkan untuk membuat akta outentik atau akta dibawah tangan. Oleh karena itu yang menjadi inti dalam penerimaan itu adalah cessionaries harus menyatakan dengan TEGAS (dengan tertulis)atas penyerahan penerimaan cessie dari cedent, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan selesai ditandatanganinya akta cessie dan penerimaannya maka hak tagih telah beralih dari cedent kepada cessionaries. Oleh karena itu cessie yang disertai dengan kuasa dari cedent untuk menagih cessus adalah bertentangan dengan konsep bahwa dengan cessie hak tagih telah beralih kepada cessionaris, demikian juga apabila cedent menjaminkan cessie setelah dilakukan pengalihan maka proses penjaminan tersebut menjadi batal. Tindakan yang harus dilakukan oleh cedent untuk membatalkan cessie itu harus dilakukan dengan retro cessie / akta pembalatan.

II.II.  Figur-figur Cessie
Dalam akta cessie ini figur-figur atau para pihak yang bersangkutan dengan cessie ada 3 yaitu CEDDENT, CESSIONARIES, CESSUS, dimana  adalah orang yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur awal),  Cessionaries adalah orang yang menerima  penyerahan (kreditur baru), sedangkan Cessus adalah debiturnya. Dalam akta Cessie tersebut harus memuat, Hak Tagih yang dialihkan, nama-nama dari para pihak diantaranya cedent, cessionaris, dan cessus atau debitor, keterangan atau pernyataan biasanya dalam akta cessie ini diatur pula hak dan kewajiban masing-masing pihak, perlu digaris bawahi apabila dalam akta ini tidak sekaligus disetujui atau diakui secara tertulis oleh cessus maka ditentukan pula siapa yang akan melakukan pemberitahuan, dengan tidak ditentukan siapa yang melakukan pemberitahuan atau meminta pengakuan secara tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk melakukanya.

II.III.  Syarat-syarat cessie
Syarat – syarat cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan, syarat utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terhutang untuk disetujui dan diakui, kewenangan  dari pihak yang menyerahkan, alas hak yang sah, penyerahan, pihak terhutang disini adalah pihak terhadap mana si berpiutang memiliki kewajiban tagihan. Beberapa ciri-ciri cessie diantaranya cessie bukan merupakan tagihan atas tunjuk, krediturnya tertentu dan debitur mengetahui betul siapa debiturnya, tagihan itu tidak ada wujudnya, dan surat utang hanya berfungsi sebagai alat bukti saja, dan belum berarti terjadinya pengalihan hak tagih.  

II.IV.  Konsep Cessie sebagai Jaminan
Penggunaan cessie sebagai lembaga jaminan tidaklah bertentangan bila disandingkan dengan gadai, hipotik, atau fidusia, hal ini dapapt dilihat dari pemaparan berikut, bahwa cessie memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang (piutang atas nama)tersebut secara didahulukan  dari pada kreditur kreditur lainya disini dinamakan Hak Preferensi, selanjutnya objek cessie serupa dengan gadai yaitu benda bergerak yakni piutang atas nama sebagai tersurat dari ketentuan pasal 1153 KUHperdata, berikutnya Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan pada Pasal 613 KUHper jo 584 KUHper, dalam cessie ada pola “inbezitstelling”yang artinya piutang atas nama harus dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk kemudian diletakan dalam kekuasaan nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang disepakati, yang merupakan syarat keabshahan cessie dimana perjanjian cessie adalah perjanjian real, yang berikutnya yang berwenang menyerahkan adalah pemilik dari piutang atas nama, jika yang membuat cessie itu tidak berwenang maka kreditur tidak dapat melaksanakan apa yang ada dalam perjanjian tersebut. Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesior dimana perjanjian pokoknya yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan sebagai bukti keharusan adanya cessie, apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh sendiri memiliki benda jaminan itu, namun dikarenakan nilai piutang atas nama sudah pasti, tetapi kreditur diberi wewenang untuk menjual sendiripiutang atas nama tersebut (pada eksekusi), yang semuanya diatur dalam Kuhper, selanjutnya Cessionaries punya hak retensi sebagaimana diatur dalam KUHper, yang terakhir Hak Cessie tidak dapat dibagi bagi. Dalam uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie dalam praktiknya dapat ditunjukan bermaksud sebagai angunan tambahan, sehingga para pihak dapat dilindungi.

II.V.    Contoh Peristiwa (gambaran)
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas atas peristiwa cessie, kami akan mencoba menjelaskan, seorang kreditur, kita sebut saja A, mempunyai tagihan atas nama terhadap seorang debitur, kita sebut saja B, Kemudian A karena kebutuhan uang terdesak, A menjual tagihannya terhadap B kepada C, Perjajjian jual beli telah ditutup, namun yang menjadi pertanyaan bagaimana A menyerahkan tagihanya agar menjadi milik C ??, demikian secara umum gambaran tentang cessie.
Hubungan hukum antara A dan B kita sebut dengan Hubungan hukum awal. Dalam hubungan hukum awal ada A (kreditur) dan B (debitur), pada waktu A menjual tagihanya kepada C, maka hubungan hukum antara A dan C, B berkedudukan sebagai pihak ketiga, karena Cessie  dari A kepada C bisa terjadi diluar kerjasama B, maka C perlu mendapat jaminan bahwa sesudah cessie, B tidak lagi membayar utangnya secara sah kepada A (kreditur asal), tetapi hanya kepada C, untuk itu harus ada mekanisme yang bisa mengikat B, agar selanjutnya tidak lagi membayar secara sah kepada A. Sebaliknya B perlu ada pegangan kepada siapa ia selanjutnya sesudah cessie harus membayar, agar utangnya lunas, itulah permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lembaga cessie.

















BAB  III
PENUTUP

III.             Kesimpulan
Cessie  merupakan pengalihan Hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, dari Ceddent (Kreditur Awal) kepada Cossionaries (Kreditur Baru) yang disebabkan oleh Ceddent (Kreditur Awal) membutuhkan uang disaat masa jatuh tempo terhadap Cessus (Debitur) belum berakhir.
Pada pasal 613 KUHPer, disebutkan bahwa “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama kebendaan tidak bertubuh lainya, dilakukan membuat sebuah Akta Otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”.