BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Pada
makalah kami ini kami menerangkan pengertian tentang akta outentik, dimana akta
outentik tersebut adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Cessie merupakan istilah yang
diciptakan oleh Doktrin, untuk menunjukan kepada tindakan penyerahan tagihan
atas nama, dimana akta penyerahan tagihan atas nama disebut akta cessie.
Cessie
merupakan pengalihan Hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya
berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak
tagihnya kepada orang lain. Dalam sistem cessie dikenal pihak-pihak yang
disebut cedent dan cessionaris, cessie merupakan suatu bentuk pengalihan piutang
bukan utang karena konsekuensi dari cessie adalah pergantian Kreditur.
Pergantian Debitur tidak termasuk dalam cessie tetapi termasuk dalam novasi
yaitu subjektif pasif yang disebut juga dengan subrogasi (delegasi).
Cessie
mulai banyak digunakan pada abad ke 19, karena munculnya kebutuhan akan suatu
lembaga pengalihan piutang yang tidak bisa menggunakan sistem gadai atau
fidusia, tetapi dalam praktik saat ini, tidak banyak lagi yang menggunakanya di
indonesia. Sedkit buku atau bacaan ynag membahas tentang cessie, dan ketidak
tahuan orang tentang sistem ini, semakin membuat cessie jarang digunakan.
I.II. Rumusan Masalah
Dari Latar Belang diatas dapat ditemukan berbagai masalah diantaranya
adalah :
1.
Apakah Pengertian Cessie ?
2.
Siapa sajakah yang bersangkutan dengan cessie tersebut
?
3.
Apakah syarat-syarat untuk membuat cessie
BAB II
PEMBAHASAN
II.I.
Pengertian Cessie
Cessie merupakan
pengalihan Hak atas kebendaan bergerak tak berwujud, yang biasanya berupa
piutang atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tangihnya kepada orang lain,
dengan kata lain cessie adalah suatu bentuk pengalihan piutang bukan pengalihan
utang karena konsekuensi dari cessie adalah pengantian Kreditur.
Pada pasal 613 KUHPer,
disebutkan bahwa “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama kebendaan tidak
bertubuh lainya, dilakukan membuat sebuah Akta Otentik atau dibawah tangan,
dengan mana hak-hak atas hak-hak kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”
dalam pasal tersebut menyebutkan
bahwa pasal tersebut diatur dua
pokok yaitu PENYERAHAN “tagihan atas nama” dan “benda tak bertubuh lainya”, yang
artinya cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud,
yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga dimana seseorang
menjual hak tagihnya kepada orang lain. Penyerahan piutang atas nama yang diatur dalam pasal 613 KUHPer masih
diperlukan dalam perjanjian jual beli, termasuk jual beli piutang, merupakan
perjanjian dalam sistem KUHPer, perjanjian jual beli piutang
merupakan perjanjian obligatoir yang bersifat konsensuil, artinya dengan
jual beli piutang tersebut baru
meletakan hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, namun belum mengalihkan
kepemilikan, mungkin dalam pikiran kita muncul pertanyaan mengapa kreditor
menjual piutangnya, hal ini disebabkan oleh ia membutuhkan uang namun piutang tersebut belum jatuh tempo,
oleh karena itu piutang tersebut dijual kepada pihak lain biasanya dengan harga
dibawah nominal dan pembeli piutang kelak pada saat jatuh tempo akan menagih
pembayaran sesuai dengan nominalnnya kepada Debitur.
Sedangkan menurut Dictionary of law cessie
adalah utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainya dilakukan
dengan jalan sebuah akta outentik atau dibawah tangan dengan hak-hak atas
kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Jadi
cessie merupakan tagihan atas nama dalam bentuk kebendaan bergerak tak
berwujud yang biasanya berupa piutang
atas nama kepada pihak ketiga, dimana seseorang menjual hak tangihnya kepada
orang lain. Cessie dilakukan dalam bentuk akta tertulis, pada akta cessie ini
yang dibuat haruslah dinyatakan secara tegas mengenai tindakan ceddent
menyerahkan tagihan atas nama kedalam kepemilikan cesionaris yang diikuti oleh
tindakan penerimaan oleh cessionaris,
tindakan penerimaan itu merupakan tindakan yang menyatakan menerima penyerahan
cessie dari cedent, akibatnya jika cedent menyerahkan secara sepihak kepada cessionaris
dan hanya memberitahukan kepada cessus, maka hal ini belum mengakibatkan
terjadinya pengalihan tagihan dari cedent kepada cessionaries,
Proses
penyerahan oleh cessionaries itu
haruslah dilakukan secara bentuk tertulis sesuai yang diatur dalam pasal 613
bw, yang mewajibkan untuk membuat akta outentik atau akta dibawah tangan. Oleh
karena itu yang menjadi inti dalam penerimaan itu adalah cessionaries harus
menyatakan dengan TEGAS (dengan tertulis)atas penyerahan penerimaan cessie dari
cedent, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan selesai
ditandatanganinya akta cessie dan penerimaannya maka hak tagih telah beralih dari
cedent kepada cessionaries. Oleh karena itu cessie yang disertai dengan kuasa
dari cedent untuk menagih cessus adalah bertentangan dengan konsep bahwa dengan
cessie hak tagih telah beralih kepada cessionaris, demikian juga apabila cedent
menjaminkan cessie setelah dilakukan pengalihan maka proses penjaminan tersebut
menjadi batal. Tindakan yang harus dilakukan oleh cedent untuk membatalkan
cessie itu harus dilakukan dengan retro cessie / akta pembalatan.
II.II. Figur-figur Cessie
Dalam akta cessie ini
figur-figur atau para pihak yang bersangkutan dengan cessie ada 3 yaitu
CEDDENT, CESSIONARIES, CESSUS, dimana
adalah orang yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur awal), Cessionaries adalah orang yang menerima penyerahan (kreditur baru), sedangkan Cessus
adalah debiturnya. Dalam akta Cessie tersebut harus memuat, Hak Tagih yang
dialihkan, nama-nama dari para pihak diantaranya cedent, cessionaris, dan
cessus atau debitor, keterangan atau pernyataan biasanya dalam akta cessie ini
diatur pula hak dan kewajiban masing-masing pihak, perlu digaris bawahi apabila
dalam akta ini tidak sekaligus disetujui atau diakui secara tertulis oleh
cessus maka ditentukan pula siapa yang akan melakukan pemberitahuan, dengan
tidak ditentukan siapa yang melakukan pemberitahuan atau meminta pengakuan
secara tersebut, maka masing-masing pihak berhak untuk melakukanya.
II.III. Syarat-syarat cessie
Syarat
– syarat cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan,
syarat utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak
terhutang untuk disetujui dan diakui, kewenangan dari pihak yang menyerahkan, alas hak yang
sah, penyerahan, pihak terhutang disini adalah pihak terhadap mana si
berpiutang memiliki kewajiban tagihan. Beberapa ciri-ciri cessie diantaranya cessie
bukan merupakan tagihan atas tunjuk, krediturnya tertentu dan debitur
mengetahui betul siapa debiturnya, tagihan itu tidak ada wujudnya, dan surat
utang hanya berfungsi sebagai alat bukti saja, dan belum berarti terjadinya
pengalihan hak tagih.
II.IV. Konsep Cessie sebagai Jaminan
Penggunaan
cessie sebagai lembaga jaminan tidaklah bertentangan bila disandingkan dengan
gadai, hipotik, atau fidusia, hal ini dapapt dilihat dari pemaparan berikut,
bahwa cessie memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan
dari barang (piutang atas nama)tersebut secara didahulukan dari pada kreditur kreditur lainya disini
dinamakan Hak Preferensi, selanjutnya objek cessie serupa dengan gadai yaitu
benda bergerak yakni piutang atas nama sebagai tersurat dari ketentuan pasal
1153 KUHperdata, berikutnya Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan
pada Pasal 613 KUHper jo 584 KUHper, dalam cessie ada pola “inbezitstelling”yang
artinya piutang atas nama harus dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk
kemudian diletakan dalam kekuasaan nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang
disepakati, yang merupakan syarat keabshahan cessie dimana perjanjian cessie
adalah perjanjian real, yang berikutnya yang berwenang menyerahkan adalah pemilik
dari piutang atas nama, jika yang membuat cessie itu tidak berwenang maka
kreditur tidak dapat melaksanakan apa yang ada dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesior dimana perjanjian pokoknya
yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan sebagai bukti
keharusan adanya cessie, apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh
sendiri memiliki benda jaminan itu, namun dikarenakan nilai piutang atas nama
sudah pasti, tetapi kreditur diberi wewenang untuk menjual sendiripiutang atas
nama tersebut (pada eksekusi), yang semuanya diatur dalam Kuhper, selanjutnya
Cessionaries punya hak retensi sebagaimana diatur dalam KUHper, yang terakhir
Hak Cessie tidak dapat dibagi bagi. Dalam uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa cessie dalam praktiknya dapat ditunjukan bermaksud sebagai
angunan tambahan, sehingga para pihak dapat dilindungi.
II.V. Contoh Peristiwa (gambaran)
Untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas atas peristiwa cessie, kami akan mencoba
menjelaskan, seorang kreditur, kita sebut saja A, mempunyai tagihan atas nama
terhadap seorang debitur, kita sebut saja B, Kemudian A karena kebutuhan uang
terdesak, A menjual tagihannya terhadap B kepada C, Perjajjian jual beli telah
ditutup, namun yang menjadi pertanyaan bagaimana A menyerahkan tagihanya agar
menjadi milik C ??, demikian secara umum gambaran tentang cessie.
Hubungan
hukum antara A dan B kita sebut dengan Hubungan hukum awal. Dalam hubungan
hukum awal ada A (kreditur) dan B (debitur), pada waktu A menjual tagihanya
kepada C, maka hubungan hukum antara A dan C, B berkedudukan sebagai pihak
ketiga, karena Cessie dari A kepada C
bisa terjadi diluar kerjasama B, maka C perlu mendapat jaminan bahwa sesudah
cessie, B tidak lagi membayar utangnya secara sah kepada A (kreditur asal),
tetapi hanya kepada C, untuk itu harus ada mekanisme yang bisa mengikat B, agar
selanjutnya tidak lagi membayar secara sah kepada A. Sebaliknya B perlu ada
pegangan kepada siapa ia selanjutnya sesudah cessie harus membayar, agar
utangnya lunas, itulah permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lembaga
cessie.
BAB
III
PENUTUP
III.
Kesimpulan
Cessie merupakan pengalihan Hak atas kebendaan
bergerak tak berwujud, dari Ceddent (Kreditur Awal) kepada Cossionaries
(Kreditur Baru) yang disebabkan oleh Ceddent (Kreditur Awal) membutuhkan uang
disaat masa jatuh tempo terhadap Cessus (Debitur) belum berakhir.
Pada
pasal 613 KUHPer, disebutkan bahwa “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama
kebendaan tidak bertubuh lainya, dilakukan membuat sebuah Akta Otentik atau
dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas hak-hak kebendaan itu dilimpahkan
kepada orang lain”.